Salah satu hobi dari sekian
banyak hobi yang saya jalani saat ini adalah Gowes atau lebih terkenal dengan
sebutan berSepeda. Bagi saya bersepeda adalah hobi yang sangat mengasyikan dan
tentunya melelahkan. Kenapa mengasyikan?, karena ketika bersepeda, kita dalam
kondisi bergerak, dinamis, kaki yang terus mengayuh pedal, tangan yang terus
memegang kendali ke kanan dan ke kiri, serta mata yang senantiasa melihat ke
depan atau sesekali menoleh ke sisi kanan dan kiri. Walaupun bersepeda itu
melelahkan, dibalik kelelahan yang kita rasakan, ada kesehatan yang menyelinap
dibelakang, karena apa?, karena tubuh kita terus bekerja, yang dengan begitu
otot-otot melakukan pekerjaan yang menghasilkan keringat, sehingga tubuh
menjadi lebih segar dan aliran darah mengalir dengan lancar.
Bersepeda itu merupakan hobi yang
digandrungi oleh semua kalangan, dari balita, remaja, hingga orang tua, baik
yang berharta maupun miskin papa. Semua bisa menikmatinya, walaupun dengan
harga sepeda yang berbeda-beda, dari yang berharga murah dengan besi sepeda
yang penuh karat, ban tipis lagi botak, hingga sepeda yang ringan dengan bahan
carbon yang harganya melebihi motor Harley Davidson.
Itulah sekelumit cerita tentang
hobi bersepeda. Pada kesempatan kali ini ada satu hal yang ingin saya sampaikan
terkait dengan pelajaran yang saya ambil ketika bersepeda. Suatu ketika saya
bersepeda, dan terpikirlah satu analogi yang dari analogi tersebut bisa menjadi
renungan serta motivasi bagi kita di dalam menjalani kehidupan ini. Analogi yang
di dapatkan ini khusus atas pandangan saya pribadi, yang boleh jadi akan
berbeda ketika dilihat dari paradigma atau sudut pandang yang berbeda dari
tiap-tiap kepala.
Pada satu momen, saya mengayuh
sepeda menuju fly over di daerah Jakarta selatan. Sebagaimana yang kita ketahui
bahwa fly over itu selalu dimulai dari tempat yang rendah dan lambat laut akan
terus naik ke tempat yang lebih tinggi, dan ketika kita sampai di puncaknya,
maka kita akan kembali berjalan menuruni fly over tersebut ke tempat yang
rendah lagi. Sejenak terbesit di dalam pikiran saya ketika saya mengayuh
menaiki fly over tersebut diatas, dimana ketika saya mengayuh di awal menuju
puncak terasa begitu ringan, sehingga lambat laun, semakin lama ayuhan kaki
saya terasa semakin berat, dan terus bertambah berat, dimana semakin dekat
dengan puncak maka akan semakin besar energy yang saya gunakan. Terus saya
mengayuh pedal dengan penuh lelah dan peluh hingga akhirnya saya sampai di
puncak fly over tersebut. Pelajaran yang bisa saya petik atas apa yang saya
alami diatas adalah bahwa di dalam kehidupan kita sehari-hari puncak fly over
bisa kita ibaratkan sebagai sebuah kesuksesan, sebuah kemenangan atau sebuah prestasi,
dimana ketika kita ingin menggapainya, maka dibutuhkan gerak tubuh yang
dinamis, terus bergerak tanpa jeda, dan terus membutuhkan banyak energy yang
dengan begitu pula menguras energy kita. Kita harus terus memompa semangat,
kerja keras dan pantang menyerah untuk mendapatkan pencapaian tersebut, karena
tanpa itu semua kita tidak akan bisa mencapainya dengan cepat. Dan hal yang
menarik ketika kita mencoba merangkak naik dengan sepeda menuju puncak maka
kita tidak akan pernah mendapati seseorang menggunakan rem sepedanya ketika
itu, ini artinya ketika kita ingin mengejar dan menggapai kesuksesan maka rem
itu diibaratkan menyerah, berhenti atau putus asa yang kelak akan menyebabkan
kita tidak akan pernah mencapai puncak. Oleh Karena itu betapa semangat
bergerak itu harus terus dipupuk agar diri ini terus berjalan tanpa henti di
dalam mengejar puncak kesuksesan tersebut. itulah pelajaran pertama yang bisa
kita ambil dari gowesan kita ketika mencoba naik menuju puncak fly over.
Selanjutnya, pelajaran yang kedua
yang ingin saya sampaikan adalah, ketika saya telah mencapai puncak fly over
dan melanjutkan perjalanan dengan menuruni fly over tersebut. Pada saat turun
tersebut, yang saya lakukan dengan sepeda saya saat itu adalah saya tidak sama
sekali mengayuh pedal, dan tidak ada energy yang saya gunakan untuk
menggerakkan sepeda saya tersebut, satu hal yang saya lakukan hanyalah memegang
kendali dan tangan saya sesekali menekan rem yang ada di tangan. Ketika itu
saya berpikir dengan dalam atas apa yang saya lakukan tersebut, yang terbersit
dalam pikiran saya saat itu adalah bagian terendah dari jalan tersebut saya
ibaratkan sebagai sebuah kegagalan, keputus asaan dan rendahnya keyakinan. Ketika
kita ingin menjadi orang-orang yang gagal, dan jauh dari prestasi, maka hal
yang termudah untuk kita lakukan adalah dengan berdiam diri, membiarkan hidup
kita statis, tidak bergerak walaupun waktu terus berlalu, maka dengan begitu
lambat laun hidup kita akan terus menurun, semakin lama semakin cepat kita
melesat turun, walaupun sesekali kita sadar dengan menekan rem, tapi itu tidak
menjadikan kita sadar sepenuhnya untuk mengayuh naik, karena rasa malas dan
putus asa yang ada pada diri kita lebih besar daripada kerja keras, ditambah
lagi lemahnya semangat untuk menggapai kesuksesan dan diperparah lagi dengan
jauhnya rasa optimisme di dalam diri, dan inilah penyebab hidup yang jauh dari
sukses, jauh dari pretasi dan jauh dari berhasil.
Itulah sekelumit pelajaran yang
saya dapatkan dari hobi bersepeda saya. Sebuah pelajaran yang menjadi catatan
penting, khususnya bagi kehidupan saya pribadi, dan umumnya juga menjadi
pelajaran bagi para pembaca, bahwa untuk menggapai sukses itu butuh semangat yang
tinggi, kerja keras, pantang menyerah ditambah dengan optimisme yang memenuhi
rongga hati. Sebaliknya jika hidup kita jauh dari impian, penuh dengan
kemalasan, mudah putus asa, dan penuh dengan rasa pesimis, maka kegagalan dan
kegalauan kelak akan menjadi santapan hidup kita hingga akhir hayat.
Sekian tulisan saya kali ini,
semoga kita bisa mengambil pelajaran, berharap bisa menjadi api penyulut bagi
jiwa-jiwa yang saat ini sedang meredup semangat yang ada di dalam dada.
Salam sukses
-PangeranMenulis-
0 komentar:
Posting Komentar