Sabtu, 05 Oktober 2013

Menulis atau Mati?

Terkisahkan pada abad 17 masehi di suatu desa sebut saja desa corzuile, dimana di desa tersebut itu tulis-menulis merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap pemuda dan pemudi. Maka setiap orang tua di desa tersebut benar-benar menerapkan pendidikan menulis yang ketat, agar nanti di masa depan sang anak bisa menguasai dunia tulis-menulis.

Pada suatu waktu, pejabat daerah mencoba melakukan razia di desa untuk mencari adakah para pemuda dan pemudi yang tidak bisa sama sekali menulis, baik itu berbentuk cerita, puisi ataupun sekedar berita baik itu sekedar pendapat ataupun kisah nyata. Tidak lama berselang, akhirnya para pejabat menemukan lebih kurang 30 orang yang tidak bisa menghasilkan sebuah tulisan. Ketika ditanya kenapa mereka tidak bisa menulis, beberapa berasalan, saya tidak memiliki bakat dalam dunia menulis, yang lain berasalan saya tidak memiliki ide untuk menulis sebuah tulisan dan banyak alasan lainnya.

Akhirnya dikarenakan wajibnya tulis menulis bagi pemuda dan pemudi, akhirnya mereka yang telah diketahui tidak bisa menulis, dipaksa oleh pejabat desa untuk mengikuti pelatihan menulis. Pelatihannya diadakan diatas kapal kayu, yang terdiri dari 3 kapal, masing-masing kapal berisikan 10 orang peserta dan 1 orang pementor. Pelatihan diadakan dilaut, sebelum pelatihan dimulai, peserta ditutup matanya sebelum menaiki kapal, dan hingga kapal dikayuh sejauh 500 meter dari tepian pantai, semua penutup mata yang dikenakan peserta dibuka. Dan betapa kagetnya para peserta ketika mereka menyadari bahwa mereka berada dikapal kayu yang mengambang di tengah laut jauh dari tepi.

Sang pementor mulai membuka sesi pelatihan menulis. Dia mulai berkata “saya disini hanya mengarahkan, tidak memberikan bagaimana caranya menulis dengan panjang lebar, cara yang mudah bagi kalian untuk bisa membuat sebuah tulisan adalah dengan menulis, terserah apa yang kalian ingin tuliskan, laut birukah, butiran pasirkah atau apapun yang ada di pikiran kalian. Sekarang saya meminta kalian untuk membuat tulisan di kertas kosong yang telah disediakan. Saya memberikan waktu bagi kalian selama 60 menit. Dimulai dari sekarang”.

Sejenak kemudian, semua peserta berteriak secara bersamaan mengungkapkan berbagai alasan, “saya menulis 1 paragraf saja tidak bisa apalagi 1 kertas penuh, 1 hari pun disediakan waktunya, saya tidak akan mungkin bisa”, “saya sama sekali tidak memiliki bakat menulis, cara pelatihan seperti ini hanya membuang waktu, sia-sia”, “saya tidak memiliki ide, saya hanya orang bodoh, tidak akan mungkin saya bisa menulis”, dan masih banyak alasan lain dari para peserta yang menjelaskan akan ketidakmampuan mereka di dalam menulis. Dan mereka pun bersepakat agar ada cara atau metode lain di dalam pelatihan menulis saat ini.

Sang pementor diam sejenak, memikirkan cara yang tepat. Akhirnya terlihat senyum di bibirnya menandakan dia memiliki ide yang cemerlang yang bisa membuat para peserta bisa memulai untuk menulis. Sang pementor pun menyampaikan metode baru yang tepat untuk diterapkan kepada para peserta, “baiklah, aku telah menemukan metode yang tepat, dan aku pastikan kalian pasti bisa menulis, tanpa kesulitan sedikitpun, siapkah kalian mendengerkan metodeku?”. Seluruh peserta akhirnya tersenyum karena mereka terhindar dari menulis, dan mereka pun dengan senang hati mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh sang pementor, “ya kami siap”.

Sang pementor tersenyum, dan memberikan penjelasan kepada para peserta dengan penuh semangat membara, “baiklah jika kalian semua bersedia, sekarang metodeku untuk bisa membuat kalian menulis adalah, aku akan memberikan 2 pilihan bagi kalian, 1 kalian menulis di 1 kertas kosong selama 60 menit atau jika kalian tidak menyelesaikannya, maka ada 1 pilihan baik kalian yaitu, silahkan melompat dari kapal ini tanpa pelampung, dan jangan berharap kalian akan kami tolong. Tidak ada kata tapi. Silahkan mulai menulis dari sekarang waktu berjalan dimulai dari hitungan ke 3, 1, 2, 3 mulai. Bagi yang membantah akan langsung kami lemparkan ke laut”.

Seketika para peserta terdiam, muka mereka pucat. Seakan tidak ada pilihan lain di tangan mereka, akhirnya 1 per 1 dari mereka pun mulai menulis, hingga akhirnya semua peserta mulai menulis kata demi kata, kalimat demi kalimat serta baris demi baris. Tanpa terasa waktu telah berlalu lebih dari 60 menit, akan tetapi para peserta masih terus menulis, bahkan tulisan mereka melebihi dari 1 lembar kosong sebagaimana yang telah diperintahkan oleh sang mentor.

Satu per satu dari mereka akhirnya mulai berhenti menulis, yang menandakan bahwa mereka telah menyelesaikan tulisannya. Dan akhirnya sang mentor meminta kepada para peserta untuk memperhatikan tulisan di kertas yang telah mereka selesaikan. Maka secara serentak para peserta kaget bukan kepayang, melihat hasil tulisan mereka, yang ternyata melebihi dari tugas yang telah diberikan. Dan akhirnya mereka pun sadar bahwa mereka bukanlah tidak memiliki kemampuan menulis, melainkan mereka memang tidak mau dan terlalu hebat di dalam membuat banyak alasan tidak bisa menulis.

Sebelum menutup pelatihan tersebut, sang mentor memberikan wejangan kepada para peserta pelatihan paksaan menulis tersebut “wahai pemuda dan pemudi, ingatlah oleh kalian bahwa tidaklah dibutuhkan sedikitpun bakat untuk menulis. Untuk bisa membuat tulisan hanya dibutuhkan gerakan tangan yang terus menerus menuliskan kata demi kata, hingga menjadi kalimat demi kalimat dan akhirnya terbentuklah paragraf demi paragraf yang hasilnya adalah sebuah tulisan. Janganlah kalian memikirkan apa yang kalian akan tulis, tapi sebagai langkah awal di dalam menulis yang kalian perlu lakukan adalah menuliskan apa yang kalian pikirkan. Hanya semudah ini. Jika diri ini masih berat untuk menulis, maka 1 hal yang harus kalian lakukan, paksalah, paksalah tangan kalian untuk menulis, apapun itu. Tulislah apapun yang kalian ketahui, tulislah apapun yang kalian pernah alami, tulislah apapun yang hadapi. Karena dalam memulai suatu yang baru memang terasa berat, dan dibutuhkan paksaan akan hal tersebut bisa dilakukan, semakin sering kalian memaksa diri kalian, maka semakin lama diri kalian akan semakin terbiasa. Jadi aku berharap kepada kalian, agar teruslah kalian menulis, karena menulis adalah hal yang mudah, tidak sampai kalian harus mati dahulu untuk bisa membuat sebuah tulisan, karena tidak dibutuhkan rasa sakit untuk bisa menulis. Dan terlalu merugi bagi kalian jadi kalian baru bisa menulis ketika diberikan 2 pilihan, menulis atau mati. Hahahaha”

Akhirnya dari pesan sang mentor tersebut, terbukalah pikiran semua peserta akan gembok yang selama ini mengunci pikiran mereka bahwa begitu sulitnya menulis. Dan akhirnya setelah pelatihan menulis tersebut berlalu, hari-hari mereka terus diisi dengan menulis, baik itu berupa puisi, cerita ataupun berita.

Singkat cerita telah berlalu 1 dasawarsa, para pemudi dan pemudi peserta pelatihan yang dulu begitu sulitnya menulis sebuah tulisan, kini mereka memiliki profesi yang luar biasa tidak pernah diduga, ada yang menjadi pemimpin redaksi Koran ternama, penulis novel terkenal juga penulis sejarah masa lampau. Tangan mereka akhirnya menjadi ringan, ringan dalam membuat sebuah tulisan, seakan bulu yang beterbangan diterpa angin yang bertiup menyeberangi lautan. ^_^

Sekian, Semoga bermanfaat

-PangeranMenulis-



0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © PangeranMenulis Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger