Minggu, 13 Oktober 2013

Menulis Buku Dalam Keterbatasan

Hari sabtu kemarin, tepatnya tanggal 12 oktober 2013 adalah hari yang menjadi pelecut semangat bagi saya untuk terus menulis. Bukan hanya sekedar menulis saja, tapi saya juga bersemangat untuk menghasilkan sebuah buku. Semangat untuk terus menulis ini tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba akan tetapi semangat ini hadir ketika saya menghadiri bedah buku di gramedia bookstore di matraman.

Sebenarnya bedah buku merupakan acara yang biasa diadakan di berbagai bookstore, dengan berbagai genre buku baik itu novel, buku kumpulan puisi, buku yang bersifat religi dan berbagai genre lainnya. Tapi bedah buku, tepatnya bedah novel yang saya datangi kemarin bukanlah bedah novel biasa, melainkan bedah novel yang luar biasa. Kenapa saya bilang luar biasa?, karena novel itu ditulis oleh seseorang yang memiliki keterbatasan fisik, dia adalah seorang yang tuna netra. Namanya Radhitiya adhikara.

Novel yang dia tulis berasal dari kisah hidupnya di masa lalu. Di dalam menggarap novel tersebut dia bekerja sama dengan novelis kawakan yaitu mba Achi TM. Novel yang ditulis berbeda dengan novel lainnya karena terdiri dari 2 buku yang merupakan satu cerita, 1 buku ditulis oleh RA dan 1 buku lagi ditulis oleh mba Achi. Judulnya “mata kedua” dan “hati kedua”. RA membuat novel ini dalam waktu 15 tahun. Waktu yang cukup lama memang, tapi sepertinya waktu yang lama tersebut tidak akan terlihat sia-sia karena novel tersebut menyimpan cerita yang begitu dalam, yang tidak akan mengecewakan para pembacanya. Dan boleh jadi novel tersebut akan jadi best seller novel di Indonesia.

Itulah sedikit hal yang bisa saya ceritakan dari pengalaman saya ketika menghadiri bedah buku kemarin. Dari pengalaman saya tersebut teman-teman pembaca bisa mengambil sebuah catatan penting bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti berkreasi. Bagi kita yang memiliki fisik yang terbilang sempurna, tidak ada kecacatan, maka cerita di atas sudah seharusnya menjadi tamparan bagi kita. Tamparan yang membangunkan kita dari rasa malas, tamparan yang membuat kita berhenti untuk banyak membuat alasan terlebih bagi kita yang memiliki mimpi untuk jadi penulis sukses.

Kita sudah seharusnya sadar, siapapun bisa menulis. Alasan kita bahwa menulis itu sulit, menulis itu adalah bakat dan berbagai alasan lainnya harus dihilangkan. Membuat banyak alasan hanya akan membuat akan diam, tidak menghasilkan apa-apa kecuali keluhan dan keterbuangan waktu. Bagi seorang RA yang memiliki mata yang buta, dimana hanya kegelapan yang dia rasakan saja dia bisa menulis sebuah novel. Dimana novel yang dia tulis tidak bisa dia gambarkan secara visual, tapi dia menggambarkan berbagai setting di novelnya berdasarkan apa yang ia dengar. Kita yang saat ini mampu melihat sudah seharusnya bisa melakukan apa yang telah dilakukan oleh RA.

Jadi, marilah kita buktikan akan kemampuan diri kita. Kemampuan seseorang yang memiliki tubuh normal. Kemampuan yang sudah sewajibnya bagi kita untuk dioptimalkan sehingga menghasilkan sebuah karya yang luar biasa. Ayo semangat menulis, semangat berkarya dan semangat untuk menjadi penulis sukses.

Sekian, Semoga Bermanfaat

-PangeranMenulis-


0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © PangeranMenulis Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger