Senin, 09 September 2013

Sepahit Kopi dan Sepedas Sambal

Suatu ketika sang kakek melihat cucunya yang sedang termenung memandangi awal hitam lagi gelap gulita, seakan apa yang dilihat cucunya menggambarkan masalah yang sedang dihadapinya. Kemudian sang kakek menghampiri cucu kesayangannya tersebut dan bertanya, wahai cucuku apakah yang sedang engkau pikirkan, tidak biasanya engkau termenung seperti ini. “Tanya sang kakek. Aku sedang mengalami masalah yang rumit lagi besar, aku sulit untuk tidur di malam hari dan berat rasanya untuk menggerakkan kaki ini” jawab sang cucu.

Kemudian sang kakek mengusap punggung sang cucu, dan mulai memberikan nasihatnya, “wahai cucuku, engkau adalah manusia, sebuah keniscayaan jika engkau akan menghadapi suatu masalah baik itu besar ataupun kecil. Tidakkah engkau pernah melihat seekor kijang yang dikejar oleh singa. Bagi seekor kijang, singa adalah ujian beratnya, dan sebaik-baik kijang adalah, dia yang dengan sekuat tenaga menghindar dan menjauh dari kejaran singa. Dimana dia mengerahkan seluruh tenaganya, kecepatannya, serta kelincahannya untuk menjauh dan terus menjauh hingga akhirnya dia selamat, dan bisa kembali menikmati hidupnya. Sadarkah wahai cucuku, jika hewan saja menghadapi ujian dalam hidupnya dan mereka bisa menghadapinya, lantas kenapa engkau putus asa menghadapi ujian yang tidak sama sekali mengancam kehidupanmu sebagaimana terancamnya kehidupan si kijang.

Kemudian sang kakek melanjutkan nasihatnya, Ujian itu tergantung bagaimana kita menyikapinya, ujian itu memang pahit dan bahkan terasa pedas bagi kehidupan kita, jika kita menyikapi pahitnya ujian sebagaimana pahitnya racun, maka ujian tersebut semakin lama akan membuat dirimu ke arah kemusnahan, dan kemudian jika kita menyikapi pedasnya ujian sebagaimana pedasnya ratusan cabe, maka hal itu akan membuat dirimu semakin lama semakin jauh dari hidup normal. Akan tetapi sebaliknya ketika pahitnya ujian engkau sikapi sebagaimana pahitnya kopi, maka kelak perlahan-lahan engkau akan menikmati ujian tersebut dan menghadapinya dengan penuh ketenangan. Dan juga ketika pedasnya ujian engkau sikapi sebagaimana pedasnya sambal maka kelak dirimu akan terbiasa mengadapi ujian, dan juga dirimu kelak akan bersikap positif bahwa ujian semakin lama dirasa akan semakin membuatmu mengalami peningkatan kualitas diri. Jadi nikmatilah ujianmu wahai cucuku.

Sang cucu mulai tersenyum setelah mendengar nasihat dari kakeknya. Dia perlahan rona wajahnya berubah menjadi lebih cerah dikarenakan mulai timbulnya sebuah rasa optimism di dalam dirinya untuk berani menerjang semua ujian yang dia hadapi, dan dia bertekad akan menghadapi ujian yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya sebagaimana menikmati pahitnya kopi dan pedasnya sambal.

Semoga bermanfaat

-PangeranMenulis-


1 komentar:

  1. Tulisan ini seperti kopi pahit yang menyegarkan mata saya ketika mata saya mengantuk. Membuat segar jiwa saya dan terasa tidak melelahkan mata saya.
    Tulisannya tidak terlalu panjang (meskipun mungkin bisa diperpendek) dan mudah dicerna.
    Tetap semangat untuk terus menulis.

    Now4tomorrow
    Salam sukses Mulia

    BalasHapus

 

Copyright © PangeranMenulis Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger