Terkisahkan pada abad 17 masehi
di suatu desa sebut saja desa corzuile, dimana di desa tersebut itu
tulis-menulis merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap pemuda dan pemudi.
Maka setiap orang tua di desa tersebut benar-benar menerapkan pendidikan
menulis yang ketat, agar nanti di masa depan sang anak bisa menguasai dunia
tulis-menulis.
Pada suatu waktu, pejabat daerah
mencoba melakukan razia di desa untuk mencari adakah para pemuda dan pemudi
yang tidak bisa sama sekali menulis, baik itu berbentuk cerita, puisi ataupun
sekedar berita baik itu sekedar pendapat ataupun kisah nyata. Tidak lama
berselang, akhirnya para pejabat menemukan lebih kurang 30 orang yang tidak
bisa menghasilkan sebuah tulisan. Ketika ditanya kenapa mereka tidak bisa
menulis, beberapa berasalan, saya tidak memiliki bakat dalam dunia menulis,
yang lain berasalan saya tidak memiliki ide untuk menulis sebuah tulisan dan
banyak alasan lainnya.
Akhirnya dikarenakan wajibnya
tulis menulis bagi pemuda dan pemudi, akhirnya mereka yang telah diketahui
tidak bisa menulis, dipaksa oleh pejabat desa untuk mengikuti pelatihan
menulis. Pelatihannya diadakan diatas kapal kayu, yang terdiri dari 3 kapal,
masing-masing kapal berisikan 10 orang peserta dan 1 orang pementor. Pelatihan diadakan
dilaut, sebelum pelatihan dimulai, peserta ditutup matanya sebelum menaiki
kapal, dan hingga kapal dikayuh sejauh 500 meter dari tepian pantai, semua
penutup mata yang dikenakan peserta dibuka. Dan betapa kagetnya para peserta
ketika mereka menyadari bahwa mereka berada dikapal kayu yang mengambang di
tengah laut jauh dari tepi.
Sang pementor mulai membuka sesi
pelatihan menulis. Dia mulai berkata “saya disini hanya mengarahkan, tidak
memberikan bagaimana caranya menulis dengan panjang lebar, cara yang mudah bagi
kalian untuk bisa membuat sebuah tulisan adalah dengan menulis, terserah apa
yang kalian ingin tuliskan, laut birukah, butiran pasirkah atau apapun yang ada
di pikiran kalian. Sekarang saya meminta kalian untuk membuat tulisan di kertas
kosong yang telah disediakan. Saya memberikan waktu bagi kalian selama 60 menit.
Dimulai dari sekarang”.
Sejenak kemudian, semua peserta
berteriak secara bersamaan mengungkapkan berbagai alasan, “saya menulis 1
paragraf saja tidak bisa apalagi 1 kertas penuh, 1 hari pun disediakan waktunya,
saya tidak akan mungkin bisa”, “saya sama sekali tidak memiliki bakat menulis,
cara pelatihan seperti ini hanya membuang waktu, sia-sia”, “saya tidak memiliki
ide, saya hanya orang bodoh, tidak akan mungkin saya bisa menulis”, dan masih
banyak alasan lain dari para peserta yang menjelaskan akan ketidakmampuan
mereka di dalam menulis. Dan mereka pun bersepakat agar ada cara atau metode
lain di dalam pelatihan menulis saat ini.
Sang pementor diam sejenak,
memikirkan cara yang tepat. Akhirnya terlihat senyum di bibirnya menandakan dia
memiliki ide yang cemerlang yang bisa membuat para peserta bisa memulai untuk
menulis. Sang pementor pun menyampaikan metode baru yang tepat untuk diterapkan
kepada para peserta, “baiklah, aku telah menemukan metode yang tepat, dan aku
pastikan kalian pasti bisa menulis, tanpa kesulitan sedikitpun, siapkah kalian
mendengerkan metodeku?”. Seluruh peserta akhirnya tersenyum karena mereka terhindar
dari menulis, dan mereka pun dengan senang hati mendengarkan apa yang ingin
disampaikan oleh sang pementor, “ya kami siap”.
Sang pementor tersenyum, dan
memberikan penjelasan kepada para peserta dengan penuh semangat membara, “baiklah
jika kalian semua bersedia, sekarang metodeku untuk bisa membuat kalian menulis
adalah, aku akan memberikan 2 pilihan bagi kalian, 1 kalian menulis di 1 kertas
kosong selama 60 menit atau jika kalian tidak menyelesaikannya, maka ada 1
pilihan baik kalian yaitu, silahkan melompat dari kapal ini tanpa pelampung,
dan jangan berharap kalian akan kami tolong. Tidak ada kata tapi. Silahkan mulai
menulis dari sekarang waktu berjalan dimulai dari hitungan ke 3, 1, 2, 3 mulai.
Bagi yang membantah akan langsung kami lemparkan ke laut”.
Seketika para peserta terdiam,
muka mereka pucat. Seakan tidak ada pilihan lain di tangan mereka, akhirnya 1
per 1 dari mereka pun mulai menulis, hingga akhirnya semua peserta mulai
menulis kata demi kata, kalimat demi kalimat serta baris demi baris. Tanpa terasa
waktu telah berlalu lebih dari 60 menit, akan tetapi para peserta masih terus
menulis, bahkan tulisan mereka melebihi dari 1 lembar kosong sebagaimana yang
telah diperintahkan oleh sang mentor.
Satu per satu dari mereka
akhirnya mulai berhenti menulis, yang menandakan bahwa mereka telah
menyelesaikan tulisannya. Dan akhirnya sang mentor meminta kepada para peserta
untuk memperhatikan tulisan di kertas yang telah mereka selesaikan. Maka secara
serentak para peserta kaget bukan kepayang, melihat hasil tulisan mereka, yang
ternyata melebihi dari tugas yang telah diberikan. Dan akhirnya mereka pun
sadar bahwa mereka bukanlah tidak memiliki kemampuan menulis, melainkan mereka
memang tidak mau dan terlalu hebat di dalam membuat banyak alasan tidak bisa
menulis.
Sebelum menutup pelatihan
tersebut, sang mentor memberikan wejangan kepada para peserta pelatihan paksaan
menulis tersebut “wahai pemuda dan pemudi, ingatlah oleh kalian bahwa tidaklah
dibutuhkan sedikitpun bakat untuk menulis. Untuk bisa membuat tulisan hanya
dibutuhkan gerakan tangan yang terus menerus menuliskan kata demi kata, hingga
menjadi kalimat demi kalimat dan akhirnya terbentuklah paragraf demi paragraf
yang hasilnya adalah sebuah tulisan. Janganlah kalian memikirkan apa yang
kalian akan tulis, tapi sebagai langkah awal di dalam menulis yang kalian perlu
lakukan adalah menuliskan apa yang kalian pikirkan. Hanya semudah ini. Jika diri
ini masih berat untuk menulis, maka 1 hal yang harus kalian lakukan, paksalah,
paksalah tangan kalian untuk menulis, apapun itu. Tulislah apapun yang kalian
ketahui, tulislah apapun yang kalian pernah alami, tulislah apapun yang hadapi.
Karena dalam memulai suatu yang baru memang terasa berat, dan dibutuhkan
paksaan akan hal tersebut bisa dilakukan, semakin sering kalian memaksa diri
kalian, maka semakin lama diri kalian akan semakin terbiasa. Jadi aku berharap
kepada kalian, agar teruslah kalian menulis, karena menulis adalah hal yang
mudah, tidak sampai kalian harus mati dahulu untuk bisa membuat sebuah tulisan,
karena tidak dibutuhkan rasa sakit untuk bisa menulis. Dan terlalu merugi bagi
kalian jadi kalian baru bisa menulis ketika diberikan 2 pilihan, menulis atau
mati. Hahahaha”
Akhirnya dari pesan sang mentor
tersebut, terbukalah pikiran semua peserta akan gembok yang selama ini mengunci
pikiran mereka bahwa begitu sulitnya menulis. Dan akhirnya setelah pelatihan menulis
tersebut berlalu, hari-hari mereka terus diisi dengan menulis, baik itu berupa
puisi, cerita ataupun berita.
Singkat cerita telah berlalu 1
dasawarsa, para pemudi dan pemudi peserta pelatihan yang dulu begitu sulitnya
menulis sebuah tulisan, kini mereka memiliki profesi yang luar biasa tidak
pernah diduga, ada yang menjadi pemimpin redaksi Koran ternama, penulis novel
terkenal juga penulis sejarah masa lampau. Tangan mereka akhirnya menjadi
ringan, ringan dalam membuat sebuah tulisan, seakan bulu yang beterbangan
diterpa angin yang bertiup menyeberangi lautan. ^_^
Sekian, Semoga bermanfaat
-PangeranMenulis-