Minggu, 29 September 2013

Menjadi eksekutor atau komentator?

Beberapa pekan yang lalu, telah digelar pertandingan sepak bola antara timnas indonesia melawan malaysia, tepatnya pada final piala aff usia 16 tahun. Pertandingan berlangsung dengan begitu sengit, indonesia unggul lebih dulu walaupun di akhir pertandingan tepatnya pada waktu injury time malaysia menyamakan kedudukan, hingga akirnya pertandingan berlangsung melewati perpanjangan waktu.

Pada babak perpanjangan waktu 2 x 15 menit, pertandingan berjalan alot dan tidak sama sekali tercipta gol. Ini menyebabkan pertandingan harus dilanjutkan dengan drama adu pinalti. Dua penendang indonesia berhasil mengeksekusi pinalti sebaliknya dua penendang dari malaysia gagal menjadikan tendangan pinaltinya menjadi gol. Indonesia sudah berada diatas angin. Tapi ternyata diluar dari apa yang diharapkan tiga penendang indonesia selanjutnya gagal sebailknya tiga penendang dari malaysia berhasil mencetak gol.

Tak ayal hasil tersebut membuat banyak penonton, pendukung indonesia geram, hingga akhirnya membuat komentar yang menjelek-jelekkan kegagalan para penendang pinalti dari tim indonesia, yang menjadi penyebab kekalahan bagi indonesia. Bahkan termasuk saya sendiri yang berkomentar bahwa pemain-pemain tersebut tidak becus untuk menendang, dan masih banyak komentar lainnya dari yang menonton pertandingan tersebut baik secara live maupun melalui statsiun televisi.

Beberapa waktu berlalu setelah saya berkomentar, saya menyadari bahwa saya hanya seorang komentator, jago di lisan tapi tidak becus dalam perbuatan. Hanya melihat dan berkomentar tapi tidak beraksi. Berbeda dengan sang pemain bola, dialah sang eksekutor, walaupun dia gagal di dalam mengeksekusi pinalti. Dialah pencetak sejarah, bukan pemerhati sejarah. Namanya tercatat di dalam berbagai media cetak, tertampang di berbagai media elektronik. Walaupun gagal dia tetap menerima gajinya sebagai pemain sepakbola, dan masih disebut juara walaupun di urutan kedua.

Dan komentator, tetaplah komentator. Dia tidak mendapat bayaran atas apa yang di komentarinya, dia merasa puas atas posisi nya sebagai pemberi komentar, dia hanyalah menjadi pemerhati sejarah. Seperti kebanyakan orang pada umumnya. Bukan hanya pada pertandingan sepak bola, komentator dalam hidup ini juga begitu banyak. Mereka terkadang mengomentari kegagalan seseorang, mengomentari keburukan seseorang, dll.

Sekarang, kita masih memiliki kesempatan. Kesempatan untuk melihat ke dalam diri kita, dimanakah posisi kita, eksekutor kah atau komentator. Jika posisi kita saat ini adalah seorang komentator, maka rubahlah perlahan-lahan agar kita menjadi seorang eksekutor di dalam kehidupan kita, dimana kita kelak akan menciptakan sejarah, bagi kehidupan kita khususnya dan bagi kehidupan masyarakat pada umumnya. Sejarah yang bisa mengharumkan nama kita dalam kebaikan yang tersimpan di dalam sanubari orang-orang yang berada di dekat kita atau jauh dari kita.

So, mulailah mengEksekusi..leave the komentator and go to be the eksekutor.

Semoga Bermanfaat


-PangeranMenulis-
@abdulmhakim

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © PangeranMenulis Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger